Permasalahan Hutang First Travel dan Solusinya

Inti Permasalahan yang Dihadapi First Travel dan Solusi yang Dapat Dilakukan

Oleh : Khairani syafril – Telkom University

Pertengahan tahun 2017, Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan mengenai jatuhnya PT. First Anugerah Karya Wisata atau yang lebih dikenal dengan First Travel. Hal ini berdasarkan surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 589 Tahun 2017 tanggal 1 Agustus 2017 tentang penjatuhan Sanksi Administratif Pencabutan Izin Penyelenggaraan PT First Anugerah Karya Wisata sebagai Penyelenggara Ibadah Umrah .

Surat Pencabutan Perizinan First Travel, tanggal 1 Agustus 2017. Sumber : https://kumparan.com/wisnu-prasetyo/kronologi-tumbangnya-first-travel

Siapakah sebenarnya First Travel?

PT. First Anugerah Karya Wisata atau yang biasa dikenal First Travel adalah satu dari banyaknya agen travel umroh di Indonesia. First Travel memulai pengoperasian bisnis mereka pada 1 Juli 2009. Baru pada tahun 2011 dengan peluncuran Paket Promo Umroh murah.

Harga paket umroh yang ditawari oleh First Travel pertama kali yaitu 14,2 Juta. Sedangkan Slogan yang dicanang oleh First Travel adalah, “Sahabat Umroh Anda : Harga Kaki Lima, Kualitas Bintang Lima”. Dua faktor ini lah yang menjadikan First Travel mendapat hati ditengah masyarakat Indonesia.

Logo First Travel – Sahabat Umroh Anda : Harga Kaki Lima, Kualitas Bintang Lima. Sumber : https://www.finansialku.com/first-travel-koperasi-pandawa/

Sebenarnya, Apakah yang terjadi pada First Travel?

Banyak spekulasi yang muncul terhadap permasalahan bisnis yang dihadapi  First Travel ini. Salah satunya yaitu kecurigaan akan adanya penipuan yang dilakukan oleh First Travel terhadap para calon jama’ah umroh.

Dikutip dari artikel berita nasional.kompas.com pada tanggal 22 Agustus 2017, Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak mengatakan, jumlah korban yang belum diberangkatkan agen perjalanan First Travel sebanyak 58.682 orang. Mereka adalah calon jemaah yang sudah membayar paket promo Rp 14,3 juta per orang dalam periode Desember 2016 hingga Mei 2017.

Jika  dihitung kerugiannya mencapai Rp 839.152.600.000, di tambah biaya tambahan yang diminta first travel kepada para jama’ah untuk membayar carter pesawat sebesar Rp 2,5 juta sehingga jumlah penambahan itu sebesar Rp 9.547.500.000. Jika ditotal mencapai Rp 848.700.100.000. Jumlah tersebut belum termasuk utang-utang yang belum dibayar First Travel ke sejumlah pihak. Herry mengatakan, agen perjalanan itu belum membayar provider tiket penerbangan sebesar Rp 85 miliar. Serta belum membayar tiga hotel di Mekkah dan Madinah dengan total Rp 24 miliar.

Hutang-hutang First Travel baik berupa janji kepada para jama’ah maupun kepada provider-provider yang bekerjasama dengan mereka seperti tertera diatas, berujung pada pencabutan izin penyelenggaraan First Travel oleh Menteri Keagamaan Republik Indonesia pada 1 Agustus 2017 lalu.

Mengapa First Travel dapat memiliki banyak hutang?

Banyaknya jumlah hutang yang dimiliki oleh First Travel bermula dari mulai melemahnya kurs rupiah terhadap dolar. Tahun 2011, ketika First Travel pertama kali menawarkan paket murah umroh mereka, nilai kurs rupiah terhadap dolar US yaitu 9279.49. Kurs rupiah tersebut dari tahun ketahun semakin melemah. Hingga tahun 2017 ini,berada pada nilai 13865.43.

Nilai Kurs Rupiah Terhadap Dolar US Sumber : http://www.bi.go.id/id/moneter/kalkulator-kurs/Default.aspx

Peluncur paket promo umroh First Travel pertama kali dengan harga 14,3 juta/ orang pada tahun2011, berada pada kondisi kurs 9279,49 namun meskipun dengan kurs yang naik hingga 13865,43 tahun 2017, First Travel tetap bertahan dengan harga tersebut.  Secara logika, jika kurs rupiah melemah terhadap dolar, segala aktifitas yang berhubungan dengan jual beli menggunakan dolar semakin naik harganya. First Travel yang membeli tiket penerbangan di luar negeri, menyewa hotel diluar negeri juga perlu menaikkan harga paket umroh mereka. Namun, demi mempertahankan para jama’ah agar terus tertarik dan menggunakan jasa mereka, First Tavel bertahan dengan harga 14,3 juta tersebut padahal biaya Umroh yang ditetapkan minimal Rp22 juta. (Financial.com, 2017). Pertanyaannya, bagaimanakah cara First Travel menutupi selisih kurs tersebut?

Cara First Travel agar dapat menutupi selisih nilai kurs tersebut adalah dengan merubah sistem mereka menggunakan Skema Ponzi  (bisnis.Liputan6.com, 2017).

Apakah Skema Ponzi itu?

Secara awam, skema ponzi dapat diartikan sebagai bisnis yang melakukan sistem “Gali Lubang, Tutup Lubang”.

Misalnya saja ada travel yang ‘bermain’ di volume jamaah, Orang-orang yang mendaftar ke travel tersebut tidak semuanya berangkat saat itu juga, melainkan harus menunggu hingga tahun depan. Uang yang mereka bayarkan akan digunakan oleh perusahaan untuk membayarkan pemberangkatan jamaah tahun ini. Untuk bisa membayarkan pemberangkatan jamaah tahun depan, perusahaan harus mencari lagi calon jamaah dalam jumlah yang lebih besar. Begitulah seterusnya. (Ihram.co.id , 2017).

Ilustrasi Skema Ponzi First Travel terlihat pada bagan dibawah ini :

Bagan Ilustrasi Skema Ponzi First Travel
Sumber : Penulis-Khairani Syafril

Dari Bagan Ilustrasi diatas, dapat dijelaskan yaitu :

  1. Untuk keberangkatan jama’ah A, masih menggunakan dana mereka sendiri karena tahun inilah First Travel meancang harga Paket Umroh mereka.
  2. Pada tahun 2012, akibat adanya kenaikan Kurs, First Travel mulai menggunakan Skema Ponzi sehingga First Travel perlu menghimpun jama’ah sebanyak mungkin yang ditunda keberangkatannya hingga tahun berikutnya agar dapar memberangkatkan jama’ah B.
  3. Jama’ah C yang dananya sudah digunakan untuk pemberangkatan Dana Jama’ah B, diberangkatkan dengan dana Jama’ah D. Namun First Travel harus berhasil menghimpun jama’ah lebih banyak lagi karena kurs rupiah yang semakin melemah
  4. Begitulah seterusnya, Frist Travel harus mampu terus menambah jumlah jama’ah yang ditunda keberangkatannya agar dana mereka dapat digunakan memberangkat jama’ah sebelumnya.
  5. Hingga tahun 2017 inilah kendala penghimpunan jama’ah tersebut dialami First Travel. Sehingga tidak mampu memberangkatkan jama’ah tahun 2017, dan memiliki banyak hutang.

Ditambah dengan berbagai perkiraan masalah lainnya, permasalahan kurs ini lah menjadi pokok permasalahan sehingga hutang First Travel semakin menumpuk pada tahun 2017 ini.

Bagaimakah Solusi yang Perlu dilakukan Agar Melemahnya Kurs tidak berujung hutang dalam bisnis?

Terdapat 2 metoda atau strategi yang dapat dilakukan:

  1. Risk Shifting

Risk Shifting adalah perusahaan menggeser risiko perubahan kurs kepada konsumen. Dalam hal ini perusahaan akan menetapkan harga dalam dolar (misal $1.500) , apapun yang terjadi dengan kurs rupiah terhadap dolar. Dengan cara semacam ini, perusahaan tidak perlu pusing memikirkan perubahan kurs. Sebaliknya, konsumen yang akan pusing memikirkan perubahan kurs. Cara semacam ini bisa dilakukan jika posisi tawar menawar perusahaan lebih kuat dibanding dengan konsumen. (Mamduh 2006 :344)

Contohnya :

First Travel menetapkan Harga Paket Umroh yaitu $1300, maka nilai yang perlu jama’ah bayarkan adalah sebesar $1300. Jika jama’ah membeli paket tersebut pada tahun 2013, jama’ah membayar senilai Rp.14.236.781. Berbeda dengan jama’ah yang membeli pada tahun 2017, ia harus membayar senilai Rp.18.025.059.

Alasan kenapa Risk Shifting dapat dilakukan :

  1. Perusahaan tidak perlu menjadi agen travel yang memiliki image “Agen Mahal” karena selalu menaikkan harga mengikuti melemahnya nilai kurs rupiah terhadap dolar.
  2. Perusahaan tidak perlu takut akan kehilangan jama’ah karena secara fakta kita ketahui bahwa masyarakat di Indonesia mayoritas beragama islam sehingga ‘pasar’ travel umroh akan selalu ada.
  3. Perusahaan tidak perlu terlalu pusing memikirkan melemahnya kurs rupiah terhadap dolar.
  4. Perusahaan cukup membantu jama’ah dalam perencanaan keuangan agar dapat menambung untuk biaya umroh mereka dengan perkiraan kurs yang terus melemah tersebut.
  5. Melemahnya Kurs bukanlah kesalahan suatu perusahaan saja, melainkan terjadi secara nasional.

2. Mengurangi Sensitivitas Operasi Perusahaan Terhadap Perubahan Kurs

Dalam jangka panjang operasi perusahaan sebaiknya dibuat menjadi lebih tahan (tidak sensitif) terhadap perubahan kurs, supaya manajer lebih bisa memusatkan perhatian ke aspek non-kurs (pemasaran, produksi) sehingga bisa membuat produk yang bisa memuaskan konsumen.

Pengurangan senstivitas tersebut pada dasarnya merubah produk atau konsumen agar menjadi tidak sensitif terhadap perubahan harga (harga berubah karena kurs berubah). Jika konsumen tidak sensitif terhadap perubahan harga, maka perubahan kurs tidak akan banyak berpengaruh terhadap permintaan produk tersebut. Misalkan, perusahaan dapat mendiferensiasikan produknya. Produk terdiferensiasi mempunyai fitur tertentu yang menarik konsumen untuk membeli. Konsumen membeli bukan karena harga, melainkan fitur tersebut. (Mamduh, 2006 :346)

Contoh :

Menghadapi melemahnya kurs, First Travel menaikkan harga paket umroh mereka. Untuk menjadikan jama’ah tidak sensitif terhadap perubahan harga tersebut, diperlukan fitur  atau Icon  baik berupa fasilitas maupun service yang dibutuhkan oleh jama’ah.

Tugas tambahan bagi para manajer ketika menerapkan metod ini yaitu  fitur yang dapat diberikan kepada para jama’ah.

Alasan kenapa strategi ini dapat dilakukan, karena:

  1. Jama’ah akan teralihkan perhatiannya pada fitur yang mereka dapatkan, sehingga mereka tidak akan merasa keberatan untuk membayar lebih paket umroh mereka.
  2. Perusahaan dapat terus berkembang maju karena selalu menambah fasilitas dan kualitas serta dapat manjadi Branding atau ciri khas perusahaan yang membedakan dari yang lain, sehingga jama’ah juga menjadi tertarik pada produk yang perusahaan tawarkan

Kesimpulan

  • Inti permasalahan yang dialami oleh First Travel adalah kesalahan langkah atau strategi yang dipilih dalam menyikapi melemahnya kurs Rupiah terhadap Dolar US.
  • Skema Ponzi bukan solusi yang tepat yang dapat diterapkan dalam permasalahan yang dihadapi First travel, melainkan menjatuhkan First Travel pada akhirnya.
  • Penulis memberikan 2 Solusi yang dapat ditempuh dalam menghadapi permasalahan seperti yang dihadapi oleh First Travel, yaitu : (1) Risk Shifting, dan (2) Mengurangi sensitifitas Operasi perusahaan terhadap kurs.

Saran

Berdasarkan permasalahan seperti yang terpapar diatas, penulis berpendapat bahwa, sebagai seorang manajer pada sebuah perusahaan, manajer tersebut memiliki peran penting terhadap kelangsungan perusahaan tersebut. Jika manajer salah mengambil langkah, maka perusahaanlah yang menanggung akibatnya.

Sehingga sebagai seorang manajer kita mesti mampu berestimasi hingga beberapa tahun kedepans sehingga langkah yang kita ambil sekarang tidak akan memiliki pengaruh negatif yang dapat merugikan perusahaan dimasa yang akan datang.

Sumber Informasi :

bi.go.id. (2017, November 22). Diambil kembali dari http://www.bi.go.id/id/moneter/kalkulator-kurs/Default.aspx

bisnis.liputan6.com. (2017, Juli 25). Diambil kembali dari http://bisnis.liputan6.com/read/3035037/akar-masalah-first-travel-berawal-dari-pelemahan-rupiah

Dr. Mamduh M. Hanafi, M. (2006). Manajemen Resiko. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.

Finansialku.com. (2017, Agustus 15). Diambil kembali dari https://www.finansialku.com/first-travel-koperasi-pandawa/

Ihram.co.id. (2017, April 26). Diambil kembali dari http://www.ihram.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/17/04/26/op0m4x359-memahami-skema-ponzi-dalam-bisnis-travel-umrah

kumparan.com. (2017, Agustus 10). Diambil kembali dari https://kumparan.com/wisnu-prasetyo/kronologi-tumbangnya-first-travel

nasional.kompas.com. (2017, Agustus 22). Diambil kembali dari http://nasional.kompas.com/read/2017/08/22/14142101/total-uang-korban-first-travel-rp-848-7-miliar-belum-termasuk-utang

 

khairanisyafril

I am a student of MBTI 2017 in Telkom University.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *